Pertanyaan yang paling sering diajukan oleh benak manusia salah satunya adalah “Kenapa kita hidup?” Dan kenapa hidup tiap orang mempunyai cara dan jalan tersendiri. Ada yang bilang semua sudah ditakdirkan (pre-determined) atau semua tergantung kepada cara kita memilih dan bertindak (free will). Bagi umat beragama, hidup tidak lebih dari sekedar beribadah. Ibadah disini bukan hanya rajin melakukan ritual keagamaan, tetapi juga menjalani hal umum dilakukan manusia hingga kematian menjemput dan berlanjut hingga hari pembalasan. #sokdalem
Bagi yang percaya semua telah ditakdirkan mulai dari lahir sampe mati nanti, gw menganggap kita bagaikan hidup dalam simulasi dengan segala sesuatu yang terbatas contohnya konsep freewill kehendak bebas yang sebenarnya masih dalam simulasi itu sendiri, contoh sederhananya ya kita saat ini tidak mungkin untuk melakukan sesuatu yang mustahil seperti mengendalikan hukum fisika (seperti punya kekuatan superpower) atau bermain dengan ruang dan waktu seperti teleportasi dan mesin waktu.
Sesuatu setelah mati adalah misteri baik orang yang percaya konsep akhirat atau tidak sama sekali, orang atheis bilang sih setelah mati gak ada apa-apa, hanya kekosongan seperti tidak pernah dilahirkan. Ada pendapat anonim yang gw temukan bahwa tergantung bagaimana pikiran kita bekerja, jika kita mengalami ketenangan dan damai sebelum mati (katakanlah kamu menjalani hidup dengan saleh), maka sesuatu yang negatif tidak akan menggangu proses kematian dan setelahnya, hal ini berlaku sebaliknya.
Dalam agama Islam, konsep Lauh Mahfudz adalah “sesuatu” dimana takdir tersimpan dari segala apa yang ada di alam semesta. Just what if, Lauh Mahfudz merupakan harddisk tak terbatas dengan tiap file nasib seseorang sebenarnya mempunyai jutaan copy berlainan dari alur kehidupan dan seseorang itu memutar salah satu file karena ingin melihat sesuatu yang pernah di lakukan dimasa lalu atau bisa juga hanya mengawasi salah satu banyaknya file yang diputar dengan alur yang berbeda.
Sekian Catatan Bulanan Ini